Selamat Datang di Blog Wisata Sangihe bersama saya Stevenly Takapaha, Ayo ke Sangihe Negeri yang penuh dengan Pesona Mari Jaga dan Nikmati Keindahan Alam Sangihe, Lestarikan Kekayaan Budayanya juga nikmat Kulinernya

Tanah Lepe

Keindahan Sangihe: Tanah Lepe di Peta Kecamatan Tabukan Utara mirip Tanah Lot di Bali

Tanah Lepe
Pengunjung ber selfi menikamt momen sore di Tanah lepe

Tanjung Lepe

Tanjung Lepe terletak di peta selatan kecamatan Tabukan utara Sangihe





Pantai Bado

Pantai Bado adalah nirwana tersembunyi dibalik tanjung Lepe Peta Selatan Kecamatan Tabukan utara. Pantai ini mungil terpisah dari perumahan penduduk sehingga kesan naturalnya sangat terasa. Untuk berkunjung ke pantai Bado kita harus membelah tanjung lepe menanjak dan menurungi bukit. namun perjuangan kita akan terbayar kala berada di pantai ini...



Tanjung Batunderang

Tanjung Batunderang
Batunderang berasal dari kata “Batu Benderang’ atau dalam bahasa daerahnya itu “Batu Makalaherang’ dikisahkan bahwa di selatan kampung ini ada sebuah tanjung  kecil yang dulunya banyak ditumbuhi tumbuh-tumbuhan seperti beringin dan kamboja. Konon dahulu ketika mala hari, diatas pepohonan tersebut nampak cahaya yang bersinar. Anehnya bila cahaya tersebut didekati oleh manusia, tiba-tiba ia menghilang begitu saja. Sinar yang terang diatas pepohonan terseut menunjukan keunikan sekaligus  membuat orang-orang tua kala itu keheranan. Dengan adanya cahaya benderang yang terdapat pada pepohonan diatas batu tersebut, maka tempat tersebut disebut dengan nama “Batu Benderang’ kemudian orang-orang tu mangambil nama tersebut sebagai nama kampung yaitu “Batu Benderang’ atau Batu Makalaherang’ tetapi seiring dengan berjalannya waktu, melalui pengaruh logat dan dialeg masyarakat  yang tinggal disana, nama batu benderang berubah menjadi “Batunderang’ yang bertahan hingga saat ini.
Menuju ke Tanjung
Pemandangan dari Tanung Batunderang namapak gugusan Pulau Bebalang, Mendaku, Karai dan Dakupang

Kerawang Batunderang

Kerajinan Kerawang Khas Batunderang Sangihe
Kerawang merupakan kerajinan tangan berupa anyaman di kain yang dikerjakan oleh para wanita Batunderang. Mengerawang merupakan kegiatan warisan turun temurun di Batunderang sejak dahulu. Kesenian ini membutuhkan tingkat ketelitian dan ketelatenan yang tinggi. Kerawang Batunderang memiliki kaualitas yang sangat baik sehingga awet dan tahan lama dengan berbagai pemakaian. berbagai komoditas yang dibuat antaralain taplak meja, sprei, sarung bantal dan guling, baju, juga kreasi lain yang dapat dipesan sesuai dengan keinginan. Kerawang Batunderang merupakan satu-satunya di Sangihe dan dapat menjadi pilihan buah tangan khas jika datang di Sangihe

Puncak Karuka


Pemandangan dari Puncak Karuka [Photo by Stevenly Takapaha]
Objek wisata Puncak Karuka dibuka sejak Sepetember 2015 berada sekira 64 Km dari Kota Tahuna, Puncak karuka adalah puncak tertinggi di Pulau Batunderang. Tempat ini dulunya adalah tempat pemujaan animisme oleh leluhur Sangihe. Terdapat beberapa peninggalan di Puncak Karuka seperti mangkok, keris, kuali dll. Saat berada di Puncak Karuka mata kita akan dimanjakan dengan pemandangan yang begitu luar biasa. Deretan-pulau wisata Seperti Pulau Mendaku, Pulau Karai, Pulau Dakupang, Pulau Bebalang dll nampak berjajar begitu Indah.
Dari Puncak Karuka Nampak Pulau Bebalang, Kalama, Mendaku dan Dakupang [Photo by Stevenly Takapaha]
Puncak Karuka [Photo by Ebhy Manumpil

Puncak Karuka [Photo by Stevenly Takapaha]
Dego-dego [Tempat duduk untuk besantai] di atas Puncak Karuka [Photo by Stevenly Takapaha]
Dego dego di atas Puncak Karuka [Photo by Stevenly Takapaha]

Puncak Karuka dengan aulanya [Photo by Stevenly Takapaha]
Benda-benda Peninggalan di atas Puncak Karuka [Phot by Stevenly Takapaha]

Benda-benda Peninggalan di atas Puncak Karuka [Photo by Stevenly Takapaha]

Di Aula  utama Puncak Karuka [Photo by Stevenly Takapaha]

Tanjung Tinumpaeng

Ilustrasi melompat ke Laut [Photo by Kaskus.co.id]

Disebelah selatan tanjung Kalinda dimana di dalam teluk itu ada Desa Kalinda, terdapat tanjung yang bernama Tinumpaeng. Tempat itu termasuk wilayah Kecamatan Tamako Kabupaten Kepulauan Sangihe saat ini. Tanjung tersebut keadaanya curam, laut dipinggirnya dalam dan tidak mempunyai pantai. Oleh sebab itu bilamana perahu lewat ditanjung itu, dekat sekali. Terutama disaat laut teduh.

Adapun asal mulanya nama tanjung tersebut, ikutilah ceritanya yang diceritakan oleh orang-orang tua secara turun temurun. Pada zaman dahulu kira-kira abad 16, 17, dan 18 ada kebiasaan dari suku bangsa Mindanau dan suku bangsa Sulu (Philipina), yaitu mereka sering berlayar didaerah sekitarnya termasuk pulau Sangihe. Adapun maksud mereka ialah sebagai bajak laut, yaitu merampok harta benda dari perahu-perahu orang yang ditemuinya.  Kalau anak buah perahu yang di temui mangadakan perlawanan, mereka tidak segan-sagan membunuhnya. Sehingga sering terjadi pertempuran diantara mereka. Sudah tentu korban terbunuh dan luka-luka selalu ada diantara kedua belah pihak. Selain itu mereka juga menculik dan menawan orang-orang yang ditemuinya, baik laki-laki maupun perempuan dengan maksud dijadikan budak ditempat mereka.

Sekali peristiwa, ada sebuah perahu bajak laut yang melewati pesisir sebelah Barat pulau Sangihe besar. Perahu bajak laut tersebut masuk dan menyusur dari bagian utara dan terus menuju ke Selatan. Jadi mereka menyusur dari pesisir Kendahe, Kolongan, Tahuna dan terus menuju pesisir Manganitu. Sesudah melewati teluk Manganitu, mereka menyusur agak dekat dengan pantai, melewati Paghulu, Kauhis, Sesiwung, Lebo, Belengang dan sampai ditanjung Bulude. Di pesisir antara Paghulu dan Belengang, Bajak laut tersebut berhasil mengejar dan menangkap seorang nelayan yang sedang mengail sendiri. Nelayan itu ditangkap dan disuruh duduk ditengah-tengah mereka, supaya tidak gampang melarikan diri. Kemudian mereka bertanya tentang nama nelayan itu. Nelayan itu menyahut dan menyebut namanya : “Tabang”.
Sementara Tabang duduk di tengah rombongan  bajak laut tersebut, ia tidak begitu takut. Ia merasa tenang sambil berpikir dengan cara dan tipu muslihat bagaimana ia dapat melepaskan diri dari cengkraman bajak laut tersebut. Akhirnya ia mendapat akal, katanya didalam hati, baiklah saya melagukan Dadung (Sasambo); “Tabang tinumpa, Tabang tinumpa, Tabang tinumpa”. Artinya : “ si Tabang Terjun, si Tabang terjun, si Tabang terjun”. Dadung (Sasambo) tersebut dilagukan berkali-kali, sampai kelihatan rombongan bajak laut tersebut merasa jenuh dan tidak memperhatikan dia lagi.

Kira-kira sementara melewati tanjung Bulude, ia mulai melagukan Dadung (Sasambo) tersebut ; “Tabang tinumpa, Tabang tinumpa, Tabang tinumpa”. Setelah selesai melagukan pertama kali, ia berhenti sejenak. Perahu bajak laut tersebut terus meluncur ke selatan melewati teluk Barangkalang, tanjung Lelapide. Sementara itu si Tabang sudah 2 atau 3 kali melagukan Dadaung (Sasambo) yang syairnya tetap itu juga. Kemudian mereka melewati teluk Nagha II, tanjung Kapehetang dan masuk ke teluk Tamako. Si Tabang tetap melagukan Dadung (Sasambo) dengan nada naik turun dan suaranya yang merdu. Kelihatan rombongan bajak laut sudah kurang memperhatikan si Tabang, sebab menurut perkiraan mereka bahwa itu sudah menjadi kebiasaan si Tabang.
Dari teluk Tamako mereka melalui tanjung Hesang, tanjung Sahang dan terus memasuki teluk Kalinda. Sementara itu si Tabang dengan teliti melihat tempat tanjung mana ia dapat dengan segera terjun, lalu menyelam ke darat dan langsung melarian diri. Sekarang mereka makin mendekati tanjung Tinumpaeng tersebut, lepas dari teluk Kalinda yang agak lebar tersebut melewati tanjung Bolang lalu mendekati tanjung Tinumpaeng tersebut. Melalui tanjung itu, perahu mereka sangat dekat dengan pinggir tanjung, sebab air lautnya dalam, apalagi waktu itu cuacanya baik dan lautnya teduh. Sementara hendak melalui tanjung itu, si Tabang kembali melagukan Dadung atau Sasambonya dan tepat dipertengahan tanjung itu, si Tabang secepat petir terjun ke laut, lalu dengan cepat menyelam ke pinggir tanjung dan terus naik ke tanjung. Kemudian ia memegang pohon pandan yang ada di atas/pinggir hutan dan terus masuk ke dalam hutan.

Rombongan bajak laut itu sampai terkejut, tetapi mereka tidak dapat berbuat apa-apa, sambil melihat si Tabang dengan cepat naik ke tanjung dan masuk kedalam hutan. Kemudian perahu bajak laut itu terus menuju ke Selatan, dan meneruskan maksud dan tujuan mereka.

Si Tabang segera melewati perkampungan seperti Kalinda, Menggawa, dan seterusnya untuk kembali ke tempat tinggalnya. Ditengah jalan ia selalu ditanyai orang-orang yang di temuinya, dari mana ia berjalan tergesa-gesa itu. Ia menceritakan peristiwa penculikan bajak laut atas dirinya, namun ia dapat terjun dan menyelam dan naik di tanjung yang punggirnya curam itu.
 Sejak peristiwa itu sampai sekarang ini penduduk sekitarnya, menamai dan menyebut tanjung itu “Tanjung Tinumpaeng” yang artinya “tempat terjun”.

(2007. sumber : Renesius Timbul)

Kerajinan

Kerajinan Sekolah kolaborasi  dengan  Sanggar  Apapuhang  Lenganeng 1. SMP Neg. 5 Tabukan Utara. Bahan kerajinan ini dibuat dari bambu dan pasir.







[sumber: http://talaud-ecotourism.blogspot.co.id/2015/04/kerajinan-saudara-kita-di-sangihe.html#more]